Hal : Permohonan Praperadilan
Lamp : 1 (satu) lembar Surat Kuasa Khusus
Kepada
Yth. Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun
Pada Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun
Di -
MADIUN
Dengan Hormat,
Yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : DJOKO PURNAWAN DEWANTORO, SH.
Umur : 49 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Jl. Ardi Manis 1/05 Manisrejo, Madiun
Pekerjaan : Advokat
Pendidikan : Sarjana Hukum (S1)
Nomor Induk KTPA : 3577032104700001
Dalam hal ini bertindak berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 11 Mei 2019,
, yang dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama klien:
Nama : SUPANGAT
Tempat/Tgl Lahir : Madiun, 1 Maret 1979
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Desa Kleco, RT. 07, RW. 02, Kecamatan Bendo,
Kabupaten Magetan
Yang selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai PEMOHON
M E L A W A N
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Cq KEPALA KEPOLISIAN DAERAH JAWA TIMUR Cq KEPALA KEPOLISIAN RESOR KOTA MADIUN.
yang beralamat di Jl. Pahlawan, Madiun Lor, Kec. Manguharjo, Kota Madiun, Jawa Timur 63122,
Yang selanjutnya dalam hal ini disebut sebagai TERMOHON
Adapun alasan-alasan Pemohon dalam mengajukan Permohonan Praperadilan ini adalah sebagai berikut:
DASAR HUKUM PERMOHONAN PRAPERADILAN
A. Bahwa Praperadilan adalah satu sarana sebagai mekanisme kontrol terhadap adanya tindakan sewenang-wenang penyidik atau penuntut umum dalam melakukan tindakan upaya paksa yaitu; penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penyidikan, penuntutan, penghentian penyidikan dan penghentian penuntutan, baik yang disertai dengan permintaan ganti kerugian dan/atau rehabilitasi atau pun tidak. Selain itu, praperadilan bertujuan untuk menegakkan dan memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) tersangka/terdakwa dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan sesuai dengan Ketentuan Umum Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Sehingga mekanisme ini dipandang sebagai bentuk pengawasan secara horizontal terhadap hak-hak tersangka/ terdakwa dalam pemeriksaan pendahuluan.
B. Bahwa sebagaimana yang tersurat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 1 angka 10 menyatakan :
Praperadilan adalah wewenang pengadilan negeri untuk memeriksa dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini, tentang:
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasa tersangka;
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. Permintaan ganti kerugian, atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke pengadilan.”
C. Bahwa selain itu yang menjadi objek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP adalah:
Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
D. Keputusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2014 merupakan kemajuan dalam hukum acara pidana dalam rangka mewujudkan perlindungan hak asasi manusia. Hal ini sejalan dengan tujuan diundangkannya Kitab Undang undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan lembaga praperadilan yang melindungi hak asasi manusia dalam hal ini, hak asasi tersangka/terdakwa, utamanya hak atas kebebasan (right to liberty) dan hak-hak yang merupakan turunan dari hak kebebasan. Bahwa hak asasi tersangka dalam lembaga praperadilan tidak dapat dilepaskan dari pemuatan prinsip-prinsip hukum (the principle of law) yang dianut oleh KUHAP yang tiada lain bertujuan untuk menjamin penegakan hukum dan hak asasi manusia yang telah digariskan baik dalam landasan konstitusional/UUD 1945 maupun dalam Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dengan demikian jelas bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 21/PUU-XII/2014 tanggal 28 April 2015 bahwa Penetapan Tersangka juga merupakan bagian dari wewenang Praperadilan.
II. FAKTA-FAKTA HUKUM
1. Bahwa pada bulan Maret 2019 tanggal 31, Pemohon mengalami kecelakaan lalu lintas di Jl. Pinggir kanal Desa Jiwan, Kabupaten Madiun dengan mengendarai sepeda motor Yamaha Vega Nopol AE 2776 QO melawan sepeda motor pengendara lain mengaku bernama Sarmini mengendarai sepeda motor Yamaha Mio Nopol AE 3585 CF. Dalam kecelakaan tersebut Pemohon sangat bertanggung jawab dan mengikuti semua prosedur hukum sesuai UU Lalu-lintas sampai dengan Permohonan ini diajukan.
2. Bahwa pada setelah di BAP oeh Unit Laka Polres Madiun Kota sejak tanggal 12 April sampai dengan tanggal 24 Juni 2019 disampaikan sebagai tahanan luar oleh penyidik, sehingga Pemohon harus melaksanakan wajib lapor di Unit Laka Polres Madiun Kota dan mulai tanggal 25 Juni 2019 dilimpahkan di Kejaksaan Kabupaten Madiun dan mulai hari itu juga dinyatakan Penahanan oleh Kejaksaan Kabupaten Madiun dengan Surat Perintah Penahanan Nomor: PRIN. 49/M.5.46/Euh.2/06/2019.
3. Bahwa Pemohon dengan keluarga lawan dalam kecelakaan, seminggu setelah kejadian kecelakaan tersebut telah sepakat membuat pernyataan untuk tidak saling menuntut secara hukum yang dituangkan dalam surat Pernyataan yang ditandatangani yang bersangkutan beserta saksi-saksi dan ditandatangani di atas meterai yang cukup.
Bahwa setelah memenuhi panggilan Unit Laka Polres Madiun Kota dengan Surat Panggilan Nomor: SPG/487/IV/2019/Lantas, tertanggal 9 April 2019, Pemohon diperiksa dan di BAP pada tanggal 12 April 2019 dan ditetapkan sebagai tersangka atas Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 310 ayat 3 UURI NO. 22 tahun 2009, tentang LLAJ oleh Unit LakaKepolisian Resor Kota Madiun .
III. PEMBAHASAN HUKUM (Tinjauan Yuridis)
A. SAH ATAU TIDAKNYA PENETAPAN TERSANGKA TERHADAP PEMOHON
1. Bahwa berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Dik/112/IV/2019/Satlantas tanggal 1 April 2019, Termohon telah menetapkan Pemohon sebagai TERSANGKA atas Laporan Polisi Nomor: LP 15.27/112/III/2019/LL, tanggal 31 Maret 2019;
2. Bahwa tindakan TERMOHON menetapkan PEMOHON sebagai TERSANGKA dalam perkara a quo, tidak sah dengan alasan sebagai berikut :
a. Bahwa yang dimaksud dengan TERSANGKA berdasarkan Pasal 1 angka 14 KUHAP adalah orang yang karena perbuatan atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana. Bahwa oleh karena itu, seharusnya menurut hukum penetepan PEMOHON sebagai TERSANGKA didasarkan adanya “Bukti Permulaan”, bukan hanya berdasar pada Laporan Polisi saja, karena jelas sekali dari berdasarkan fakta-fakta hukum yang kami uraikan di atas Termohon tidak cermat dalam menyimpulkan siapa yang bisa menjadi tersangka dan dimana terjadinya tindak pidana, sehingga jelas sekali pertimbangan Termohon dirasa kurang cermat dan lengkap.
b. Bahwa dengan adanya Surat Perintah Penyidikan di atas nama PEMOHON yang telah ditetapkan sebagai TERSANGKA, padahal TERMOHON belum mengumpulkan “Bukti Permulaan”. Kalaupun sudah mendapatkan bukti dengan olah TKP, akan tetapi tidak sesuai fakta hukum, karena disetiap terjadinya kecelakaan lalulintas dapat dipastikan kedua belah pihak sama-sama lalai dalam kejadian tersebut. Selain itu Pemohon adalah seorang yang patuh hukum dengan tidak melanggar satupun aturan kelengkapan berkendaraan, sedangkan lawan dalam kecelakaan tersebut melanggar aturan kelengkapan dengan tidak menggunakan helm. Bahwa dalam hal ini Termohon juga tidak melakukan uji kelayakan kendaraan yang terlibat kecelakaan tersebut. Dengan kata lain penetepan PEMOHON sebagai TERSANGKA oleh TERMOHON tidak dilakukan menurut cara yang benar berdasarkan atas fakta dan tatacara penanganan penyidikan menurut undang-undang, sehingga sangat lemah untuk dapat digunakan sebagai kecukupan dari bukti permulaan karena tidak sesuai fakta.
3. Bahwa berdasarkan alasan-alasan diatas telah cukup alasan bagi Hakim Praperadilan untuk menyatakan Penetapan PEMOHON sebagai Tersangka berdasarkan adanya Surat Perintah Penyidikan SP.Dik/112/IV/2019/Satlantas atas nama PEMOHON tidak sah menurut hukum.
B. SAH ATAU TIDAKNYA PENAHANAN TERHADAP PEMOHON
1. Penahanan pada dasarnya merupakan suatu tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia karena ditahannya seseorang sudah pasti menghilangkan atau menguragi kemerdekaan atau kebebasan diri seorang tersebut. Namun perlu disadari bahwa penahanan terhadap seseorang perlu dilakukan oleh karena orang tersebut telah melakukan suatu tindak pidana. Penahanan yang dilakukan terhadap seseorang yang diduga telah melakukan suatu tindak pidana dengan disengaja maupun tidak disengaja, maka orang tersebut layak untuk ditahan oleh pihak yang berwenang dan penahanan yang dilakukan oleh pihak kepolisian terhadap seseorang tersebut harus berdasarkan pada bukti yang cukup;
2. Bahwa berdasarkan Pasal 21 ayat 1 KUHAP Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seseorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal:
Bahwa yang perlu diketahui tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa setiap tersangka pasti ditahan. Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) perintah penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dilakukan dalam hal:
a. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, hal ini telah dibuktikan oleh Pemohon selama hampir tiga bulan melaksanakan wajib lapor setiap minggu tanpa seharipun tidak hadir;
b. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti, hal ini sangat tidak beralasan karena seluruh barang bukti sudah disita oleh Termohon;
c. adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan mengulangi tindak pidana, jelas dan terang dalam hal ini sangat tidak beralasan, karena siapapun tidak mungkin akan mau mengalami kecelakaan.
3. Bahwa dengan demikian menurut hukum penahanan hanya dapat dilakukan apabila telah adanya bukti yang cukup dan jelas, sehingga bisa dipahami bahwa tersangka/terdakwa tidak wajib ditahan. Penahanan dilakukan jika memenuhi syarat penahanan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (4) KUHAP (syarat objektif) dan memenuhi keadaan-keadaan sebagaimana dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP (syarat subjektif). Sementara itu dalam perkara a quo penahanan yang disampaikan secara lisan oleh termohon, sehingga Pemohon setiap minggu harus absen (wajib Lapor) adalah tidak beralasan, sedangkan Pemohon selalu memenuhi dan hadir pada setiap minggu ke unit laka Polres Madiun Kota meski jaraknya jauh dari rumah (domisili) Pemohon, hal ini sangatlah cukup membuktikan bahwa Pemohon adalah seorang yang sangat patuh dan taat pada hukum;
4. Bahwa berdasarkan alasan-alasan diatas telah cukup alasan bagi Hakim Praperadilan untuk menyatakan Penahanan PEMOHON sebagai Tersangka oleh Termohon maupun tahanan lanjutan oleh Kejaksaan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor PRIN. 49/M.5.46/Euh.2/06/2019, tanggal 25 Juni 2019 atas nama PEMOHON, adalah tidak sah menurut hukum;
C. Pelanggaran Kode Etik dan Aturan Hukum Terkait dengan Kewenangan
1. Bahwa dalam prakteknya termohon telah melakukan pungutan yang diduga tidak prosedural yang terindikasi melanggar kode etik Pasal 5 huruf g. “Tidak membebani biaya, kecuali diatur dalam peraturan perundang-undangan”, yang selanjutnya akan kami buktikan di dalam fakta-fakta persidangan terkait pemungutan biaya pencairan asuransi jasaraharja.
2. Bahwa batas kewenangan terkait wilayah hukum juga masih disangsikan keabsahannya dimana Kepolisian hanya mengacu pada Surat keputusan Kapolda Jatim Kep/1225/X/2012 tentang penetapan penambahan Polsek di wilayah hukum Jajaran, sementara Peraturan Pemerintah No. 78/2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan dan penggabungan daerah, karena menurut PP dimaksud harus ada rekomendasi dari sejumlah pihak yaitu kepala daerah dalam hal ini Bupati, Gubernur dan DPRD, sehingga apabila hal ini terbukti, maka produk hukum yang dilaksanakan akan menjadi cacat hukum.
IV. PERMNTAAN GANTI KERUGIAN DAN ATAU REHABILITASI
Bahwa tindakan PENAHANAN, DAN PENETAPAN SEBAGAI TERSANGKA YANG TIDAK SAH SECARA HUKUM oleh TERMOHON terhadap PEMOHON telah mengakibatkan kerugian bagi PEMOHON;
Bahwa mengingat PEMOHON adalah Tulang Punggung Keluarga, dimana sumber penghasilan untuk kehidupan keluarga sehari-hari bergantung pada penghasilan PEMOHON yang bekerja sebagai kuli bangunan, maka SANGAT WAJAR dan BERALASAN untuk diberikan kompensasi dan/atau ganti rugi bagi PEMOHON;
Bahwa ketentuan Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana mengatur, sebagai berikut :
Pasal 9 ayat (1) :
Ganti kerugian berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf(b) dan Pasal 95 KUHAP adalah berupa imbalan serendah-rendahnya Rp. 5.000,- (lima ribu rupiah) dan setinggi-tingginya Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah).
Merujuk pada pasal tersebut di atas dimana fakta membuktikan bahwa akibat penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 KUHAP, maka nilai kerugian yang seharusnya dibayarkan kepada PEMOHON adalah sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah);
Bahwa disamping kerugian Materiil, PEMOHON juga menderita kerugian Immateriil, berupa :
Bahwa PEMOHON adalah tulang punggung keluarga yang mencari nafkah sebagai kuli bangunan untuk kebutuhan hidup keluarga, Sehingga akibat penangkapan dan penahanan yang tidak sah oleh TERMOHON yang menyebabkan hilangnya kebebasan, menimbulkan dampak psikologis terhadap PEMOHON dan keluarga PEMOHON yang begitu memprihatinkan, dan ditambah tercemarnya nama baik makin lengkap penderitaan PEMOHON, sehingga telah menimbulkan kerugian immateril yang tidak dapat dinilai dengan uang, oleh karena itu di batasi dengan jumlah kerugian immaterial maksimal sebesar Rp. 15.000.000,- (Lima belas juta rupiah);
V. PETITUM
Berdasar pada tinjauan hukum dan fakta-fakta hukum yang Pemohon kemukakan di atas, maka kami memohon Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun agar segera mengadakan Sidang Praperadilan terhadap TERMOHON tersebut sesuai dengan hak-hak PEMOHON sebagaimana diatur dalam Pasal 77 sampai dengan Pasal 83 serta Pasal 95 KUHAP, dan mohon kepada Yth. Ketua Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun Cq. Hakim Yang Memeriksa Permohonan Praperadilan ini berkenan memeriksa dan menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
1. Menerima dan mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya ;
2. Menyatakan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Dik/112/IV/2019/Satlantas, tanggal 1 April 2019 yang menetapkan PEMOHON sebagai tersangka terkait dengan peristiwa kecelakaan sebagaimana dimaksud dan diatur dalam rumusan Pasal 310 UURI Nomor 22 tahun 2009 adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan A quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
3. Menyatakan Surat Penahanan yang tidak sesuai Undang-undang oleh Termohon dan Penahanan lanjutan oleh Kejaksaan Kabupaen Madiun Nomor: PRIN.49/M.5.46/Euh.2/06/2019, tanggal 25 Juni 2019, yang digunakan untuk menahan PEMOHON adalah tidak sah dan tidak berdasar atas hukum, dan oleh karenanya penetapan A quo tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;
4. Memerintahkan kepada TERMOHON agar segera mengeluarkan/membebaskan PEMOHON atas nama SUPANGAT Bin Sariman
5. Menghukum TERMOHON untuk membayar ganti Kerugian Materiil sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah); dan Kerugian Immateriil sebesar Rp. 15.000.000,- (Lima belas juta rupiah); sehingga total kerugian seluruhnya sebesar Rp. 16.000.000,- (Enam belas juta rupiah) secara tunai dan sekaligus kepada PEMOHON;
6. Menghukum TERMOHON untuk meminta Maaf secara terbuka kepada PEMOHON lewat Media Massa selama 2 (dua) hari berturut-turut;
7. Memulihkan hak-hak PEMOHON, baik dalam kedudukan, kemampuan harkat serta martabatnya;
8. Menghukum Termohon untuk membayar biaya perkara menurut ketentuan hukum yang berlaku.
PEMOHON sepenuhnya memohon kebijaksanaan Yang Terhormat Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun yang memeriksa, mengadili dan memberikan putusan terhadap Perkara a quo dengan tetap berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dan rasa kemanusiaan, berdasarkan Ketuhanan yang Mahaesa.
Apabila Yang Terhormat Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun yang memeriksa Permohonan a quo berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono) berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa.
Madiun, 27 Juni 2019
Hormat kami,
Advokat / Penasehat Hukum dan Konsultan Hukum
pada kantor hukum
Adv. DP. DEWANTORO, SH. LAW-OFFICE
Adv. DJOKO PURNAWAN DEWANTORO, SH.
|